My Little Story Goes Here

Breaking

Tampilkan postingan dengan label cerita pendek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita pendek. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Maret 2024

18.05

USMAN DAN ULAR SAWAH

 

Author Stevanus Pv


Usman adalah seorang petani muda yang tinggal di desa kecil di tepi hutan yang lebat. Setiap hari, dia pergi ke sawahnya untu kbekerja dan mengurus tanaman. Suatu hari, ketika sedang membersihkan rerumputan di pinggiran sawahnya, dia menemukan seekor ular sawah yang terluka parah. Penampilan ular sawah itu terbilang cukup aneh, panjang dan ukurannya tidak seperti ular sawah kebanyakan, jika diukur kemungkinan mencapai 20 meter. Meskipun pada awalnya terkejut dan takut, tetapi hatinya yang penuh belas kasihan membuatnya memutuskan untuk merawat ular itu.

Berkat perawatan dari Usman, ular itu semakin membaik setiap harinya. Usman memberinya makanan dan tempat tinggal yang nyaman di sekitar rumahnya. Saat berinteraksi dengan ular itu, Usman menyadari bahwa meskipun awalnya terlihat menakutkan, ular itu sebenarnya memiliki sifat yang lembut dan ramah.

Hubungan antara Usman dan ular itu pun berkembang menjadi persahabatan yang erat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di sekitar sawah, dan ular itu bahkan membantu Usman menjaga tanaman dari hama dan serangga yang merusak.

Meskipun banyak orang di desa meragukan keputusan Usman untuk bersahabat dengan ular sawah, namun Usman tidak peduli. Baginya, persahabatan mereka adalah bukti bahwa persahabatan bisa terjadi di antara makhluk-makhluk yang berbeda.

Dengan berjalannya waktu, cerita tentang persahabatan untik antara Usman dan ular sawah menyebar di seluruh desa, tak sedikit pula orang-orang  yang datang untuk melihat sosok ular sawah yang besar itu.

Waktupun berlalu, ketika musim kemarau yang sangat panjang tiba, Usman dan ular sawahnya menghadapi tantangan baru. Sawah-sawah menjadi kering dan tanaman mengalami kekurangan air. Usman bersama dengan penduduk desa lainnya berjuang untuk menyediakan air untuk tanaman mereka agar tidak mati.

Meskipun dalam kondisi sulit, persahabatan Usman dengan ular sawahnya tetap kuat. Ular sawah itu membantu Usman dengan caranya sendiri. Dia menunjukan lokasi sumber air yang tersembunyi di sekitar hutan dan bersama-sama mereka membawa air ke sawah menggunakan ember dan wadah lainnya.

Ketika situasi semakin memburuk, kehadiran ular sawah itu menjadi semacam berkah bagi Usman dan desa. Dia membantu tanaman tetap hidup dan memberikan harapan di tengah kesulitan.

Namun dengan berjalannya waktu, pasokan air semakin menipis, dan tanaman-tanaman mulai layu. Usman dan penduduk desa semakin putus asa hingga akhirnya warga desa memutuskan untuk membunuh ular sawah itu.
Perdebadat sengit terjadi di antara penduduk desa. Beberapa orang menganggap ular tersebut sebagai penyebab kekeringan dan kelaparan yang sedang terjadi, sementara yang lain merasa bersyukur atas bantuan yang diberikannya selama musi kemarau.

Usman, yang telah membentuk ikatan yang kuat dengan ular sawah tersebut, dengan tegas menolak usulan untuk membunuhnya. Baginya, ular itu telah menjadi teman dan sekutu yang setia selama masa sulit tersebut. Dia berusaha meyakinkan penduduk desa bahwa ular itu bukanlah penyebab masalah mereka, dan membunuhnya tidak akan membawa solusi.

Namun, semakin hari situasi di desa semakin memburuk. Kelaparan membuat penduduk desa semakin putus asa dan terpecah belah. Beberapa orang mulai memandang Usman dengan curiga karena mempertahankan ular tersebut.

Dalam keputusasaan, sekelompok orang secara diam-diam memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri. Mereka berencana untuk menemui ular sawah tersebut dan membunuhnya tanpa sepengetahuan Usman. Namun, sebelum mereka bisa melaksanakan rencana itu, Usman mengetahui rencana mereka dan menghadang mereka.

Dengan berani, Usman berdiri di depan ular sawahnya, siap untuk melindunginya dengan segala cara. Dia berbicara dengan tulus kepada penduduk desa, meminta mereka untuk menyerah pada kebencian dan menemukan solusi yang lebih baik untuk masalah mereka.

Bukannya menyerah, para penduduk desa semakin beringas berusaha membunuh ular sawah tersebut. Perburuanpun terjadi dan ular sawah terluka parah dan melarikan diri bersama Usman. Di tengah hutan yang gelap itu Usman dan ular sawah akhirnya tertidur karena kelelahan. Ketika ular sawah mulai terbangun, dia melihat seorang manusia  yang dia kira akan membunuhnya, dengan penuh amarah ular sawah tersebut menggigit  manusia yang tak lain dan tak bukan adalah Usman yang baru saja terbangun dari tidurnya.

Kisah tragis itu mengejutkan penduduk desa saat mereka menemukan Usman tergeletak tak bernyawa di tengah hutan. Mereka menyadari bahwa ular sawah yang mereka buru telah membunuh sahabat mereka sendiri. Kesedihan melanda desa, merasakan kehilangan Usman yang selalu berusaha melindungi desa dan ular tersebut.

Sementara itu, ular sawah yang terluka dan penuh penyesalan merenungkan tindakannya. Dia menyadari bahwa Usman adalah satu-satunya teman yang pernah bersikap baik padanya. Penyesalan dan kesedihanpun memenuhi hati ular sawah tersebut.

Tanpa tujuan, ular itu berkelana sendirian di hutan, mencari tempat untuk menghabiskan sisa hidupnya. Akhirnya, dia menemukan sebuah goa  yang terpencil. Dengan hati yang penuh duka, ular itu memasuki goa itu dan memilih untuk tidur selamanya.

Berita tentang kejadian tragis itu menyebar ke seluruh desa, meninggalkan kesan mendalam bagi semua orang. Mereka belajar dari kesalahannya dan menyadari betapa pentingnya toleransi dan perdamaian di antara semua makhluk hidup.

Usman pun akhirnya di kenang sebagai pahlawan yang berkorban untuk persahabatannya dengan ular sawah, sementara ular sawah itu meskipun dalam kesalahannya, dia diberi tempat istirahat terakhir yang damai di goa terpencil, mengakhiri perjalananya dengan kesedihan yang mendalam.
17.11

DJAMALUDIN SI NAKAL

 

Author Stevanus Pv

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hijaunya hutan dan indahnya bukit-bukit, tinggallah sekelompok anak-anak yang penuh dengan keceriaan dan kegembiraan. Namun, di anatara mereka, ada satu anak bernama Djamaludin yang terkenal sebagai anak nakal di desa itu.

Djamaludin, dengan senyumnya yang merekah, mata nakalnya yang selalu berbinar, dan sifatnya yang suka mencari kesenangan, seringkali menjadi sumber kegaduhan di antara teman-temannya. Dia tinggal di tepi bukit desa, dimana pohon-pohon rindang dan semak-semak liar menjadi tempat bermainnya.

Setiap hari, Djamaludin memulai petualangannya dengan menemui teman-temannya di bukit. Dia suka membuat berbagai rencana usil dan kejutan yang tak terduga. Kadang, Djamaludin akan menyembunyikan mainan temannya di semak-semak, atau menyulut kembang api di belakang mereka untuk membuat mereka terkejut.

Tidak hanya itu saja, Djamaludin juga terkenal akan kepiawaiannya dalam menggoda binatang liar yang bersembunyi di hutan. Dia suka melempar batu ke sarang burung, membuat gaduh hewan-hewan liar yang sedang beristirahat, atau bahkan mengejar kawanan kera yang sedang bermain di pepohonan. Namun, meskipun kelakuannya sering membuat teman-temannya marah, mereka tidak bisa membenci Djamaludin sepenuhnya. Di balik semua keusilannya, Djamaludin memiliki kebaikan tersembunyi. Dia selalu bersedia membantu teman-temannya dalam situasi apapun, dan kadang-kadang memberi mereka hadiah-hadiah kecil sebagai tanda persahabatan.

Suatu hari, ketika mereka sedang bermain di hutan seperti biasa, Djamaludin dan teman-temannya tersesat. Mereka terjebak di tengah pepohonan yang lebat dan tidak tahu jalan pulang. Tanpa ragu, Djamaludin memimpin mereka dengan keberaniannya, menggunakan pengetahuan tentang alam yang dimiliknya untuk menemukan jalan kembali ke desa.

Sejak sat itu, pandangan teman-teman Djamaludin terhadapnya mulai berubah. Mereka mulai menghargai keberaniannya dan menyadari bahwa meskipun Djamaludin si nakal, Djamaludin tetaplah sahabat mereka yang dapat diandalkan dalam situasi sulit sekalipun.

Seiring berjalannya waktu, Djamaludin belajar dari perjalanan hidupnya. Djamaludin mulai belajar untuk mendengendalikan keusilannya dan mengunakan kecerdikannya huntuk hal-hal yang lebih positif. Dia pun menjadi contoh bagi teman-temannya, Djamaludin juga rajin belajar tentang agama, dan setelah Djamaludin beranjak dewasa, dia pun segera di angkat menjadi kepala desa di bukit tersebut.

Kita semua dapat belajar dan tumbuh menjadi orang yang lebih baik. Seperti Djamaludin yang nakal, dia tetap akan menjadi sosok yang dikenang sebagai Djamaludin yang nakal dan penuh warna serta pemberani dalam ingatan teman-temannya.

Kamis, 14 Maret 2024

17.34

Desa Kabut Chapter 2

Author Stevanus Pv


Keesokan paginya, aku memutuskan untuk berkeliling desa untuk mencari tahu lebih banyak tentang desa yang ditinggali nenekku ini. Namun, begitu aku mulai berinteraksi dengan penduduk desa, aku segera menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh.

Tatapan mereka berubah secara drastis, dari yang ramah menjadi dingin dan penuh misteri. Setiap orang yang kukunjungi, entah itu tetangga lama atau teman baik nenekku, mereka semua menyambutku dengan senyuman yang terasa sangat di paksakan dan jawaban yang canggung.

    "Apa yang terjadi pada mereka ? Kemarin semuanya masih terasa akrab berbicara denganku?"

    "Ini sudah pasti, ada sesuatu yang mereka tutupi dari diriku."


Aku berhenti sejenak di sebuah warung sambil memesan kopi hitam tanpa gula sesuai seleraku. Perlahan aku merasakan satu demi satu pengunjung warung itu undur diri dengan berbagai alasan. Aku mulai merasa semakin terisolasi, terjebak dalam lingkaran misteri yang semakin tebal. Bahkan rumah nenekku, tempat yang biasanya menjadi tempat perlindungan dan kedamaian saat aku kecil, sekarang terasa seperti sebuah labirin yang gelap yang dipenuhi dengan rahasia yang masih menunggu untuk diungkap.

Selesai menghabiskan kopi, kumulai kembali melangkahkan kakiku mengelilingi desa. Dengan setiap langkah yang kuambil, timbulan perasaan tidak aman, perasaan seperti ada sebuah kekuatan yang sedang melawan rasa ingin tahuku. Tak terlihat dan mencekam itu yang ada ada di benak pikiranku, dan aku tidak yakin apa yang akan aku temukan di ujung perjalanan ini.

Namun, aku sudah bertekad untuk tidak menyerah. Aku tahu bahwa jawaban-jawaban yang aku cari tersembunyi di balik semua misteri ini, dan aku tidak akan berhenti sebelum aku menemukannya. Tetapi dari mana aku harus memulai untuk mencari petunjuk ?

Selanjutnya >>>>


17.07

Desa Kabut Chapter 1

 

Author Stevanus Pv

Aku duduk sendirian di sofa, ruangan gelap hanya terang benderang oleh cahaya bulan melalui jendela besar di sampingku.
Suasana sunyi malam di rumah tua nenekku membuatku merasa tegang bercampur sedih karena kepergiannya yang mendadak, namun rasa penasaran masih menyelimuti diriku karena ada sesuatu yang aneh terjadi di rumah ini.


Sudah beberapa hari berlalu, nenekku meninggal secara misterius. Beliau meninggal tanpa keterangan, para warga desa sekitar hanya berkata bahwa kematiannya normal. Aku yang tinggal di ibukota pun hanya bisa melihat nisannya yang sudah terpasang karena jarak yang di tempuh untuk menuju desa nenekku memakan waktu sekitar 3 hari. Hati kecilku ingin sekali berspekulasi dengan semua kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, mulai dari pembunuhan hingga sesuatu yang biasa kita sebut gaib.


Sesungguhnya aku tidak percaya pada hal-hal supernatural, karena aku pernah mencoba untuk percaya dengan hal tersebut untuk urusan percintaanku tapi nyatanya hanya uang lah yang melayang terbang mengikuti angan-angan percintaanku. Malam ini aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang mengintip dari setiap sudut di rumah ini. Setiap suara langkah kecil yang kudengar membuat bulu kudukku merinding.
Terdengar pula tawa gadis kecil seperti gembira melihat ketakutanku. Aku memutuskan untuk menyelidiki sudut-sudut ruangan yang ada di rumah nenekku. Hatiku berdebar-debar dengan cepat. Aku semakin mendekati sumber suara itu. Aku naik ke lantai atas, menggenggam lampu senter yang aku bawa dari ibukota. Jantungku berdegup kencang ketika aku juga mendengar suara langkah kaki yang lain. Lorong panjang yang aku lihat di lantai dua terlihat semakin mencekam diiringi dengan suara langkah kaki tersebut.


Dengan langkah perlahan aku mengarahkan senterku ke arah lorong, nyatanya tidak ada apa-apa. Aku bergerak maju, melangkah semakin maju sambil menggerutu di dalam batinku.

    "Kenapa sumber suara itu biasa ada di kamar nenekku."

Ketegangan sangat terasa di setiap langkah kakiku. Suasana sunyi semakin mencekam dan akhirnya akupun tiba di depan pintu kamar nenekku. Kubuka pintu tersebut dan didalamnya aku melihat sesuatu yang hanya bisa membuat aku terdiam.

Di tengah kamar, terdapat banyak sekali bunga yang biasa digunakan untuk di taburkan di makam. Aku tak percaya karena tadi pagi tidak ada hal seperti ini di ranjang nenekku. Saat aku berpikir keras tentang apa yang terjadi di ruangan ini, terdapat bayangan hitam yang tampak berdiri tegak. Tapi bayangan itu tidak memiliki bentuk yang jelas. Bayangan itu tidak seperti bayangan, terasa seperti animasi. Hitam legam tetapi dengan bentuk seperti asap atau kabut. Aku terdiam, mencoba untuk mencerna apa yang kulihat sekarang. Tanpa memberi suara, bayangan itu mulai bergerak mendekatiku.

Aku terdiam kaku, ingin rasanya kujatuhkan kaki ini ke lantai tapi tak mampu. Tapi kemudian, bayangan itu lenyap dengan cepat, meninggalkanku dalam kegelapan diikuti dengan tawa anak gadis kecil yang semakin menjauh dan hilang. Aku yang masih terbujur kaku di kamar itu gemetar ketakutan, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.

Setelah tenagaku terkumpul,aku turun kembali menuju ruang tamu. Pikiranku berkecamuk dengan pertanyaan-pertanyaan. Apakah aku berhalusinasi ? Ataukah ada sesuatu yang lebih dari sekedar itu ? Aku tahu aku harus mencari tahu apa yang terjadi di desa ini beserta juga dengan apa yang terjadi dengan nenekku, tapi aku juga tahu bahwa aku harus siap secara mental untuk mengungkapkan semua rasa penasaranku ini. Aku tahu aku tidak akan pernah melupakan pengalaman aneh ini dan aku tahu bahwa cerita misterius yang terjadi tadi belum berakhir. Apakah aku sudah diap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi di desa ini. Apakah aku siap menghadapi setiap kemungkinan yang menunggu di balik setiap sudut rumah ini untuk di ungkapkan. Terlalu banyak hal yang terjadi dalam hitungan menit, aku melompat ke sofa ruang tamu dan memejamkan mata sambil ketakutan.

Selanjutnya >>>>

Selasa, 12 Maret 2024

00.22

Adel si Petualang

 

Author Stevanus Pv

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Seorang gadis muda yang bersemangat dan penuh dengan jiwa petualang yang sangat kuat, memutuskan untuk menjelajahi hutan yang lebat dan misterius yang di kenal sebagai Hutan Tapak Siring, dengan langkah yang mantap gadis muda itu bernama Adel. Dia telah mendengar banyak cerita tentang hutan tersebut, cerita-cerita yang menurut Adel menarik untuk ditelusuri. Mahluk-mahluk halus dan mistik yang tinggal di dalam hutan tersebut, keindahan alam yang menakjubkan, harta ribuan emas yang tertimbun di masa lalu, dan bahaya yang mengintai di dalam gelap.

Meskipun disarankan untuk tidak masuk ke dalam hutan itu sendirian, Adel memiliki keinginan yang kuat untuk menemukan kebenaran di balik cerita yang ada. Dengan ransel kecil di punggungnya dan peta yang terlihat rapi di tangan, Adel memasuki hutan dengan hati yang penuh semangat dan berdebar-debar.

Pemandangan yang Adel temui sangatlah spektakuler. dua puluh menit berjalan lamanya, pepohonan tinggi menjulang ke langit tiada habisnya, sinar matahari yang menyusup melalui dedaunan yang rapat. Suara riuh rendah burung-burung dan gemercik suara pantulan air sungai memberikan kesan indah namun juga menakutkan. Dari semua hal yang sudah dilalui Adel, hanya Adel yang bisa berkata lain daripada kebanyakan cerita seram orang-orang

    "Ahh, betapa damai dan indah lingkungan di hutan ini, pasti menegangkan dan menyenangkan."

Selama perjalanannya, Adel bertemu berbagai macam mahluk hutan, dari tupai yang lincah hingga burung-burung eksotis dengan warna-warni bulu yang memikat. Namun, Adel masih merasakan bahwa ada sesuatu yang mengawasi setiap langkahnya, sesuatu yang tak terlihat namun memberikan rasa ketegangan.

Tak terasa matahari mulai bersembunyi, malam pun mulai datang. Adel membangun perkemahan sederhana di pinggir sungai. Dia menyalakan api unggun kecil dan duduk di depannya sekedar menghangatkan tubuhnya. Perlahan tapi pasti, Adel membiarkan kehangatan api mengusir dingin malam. Saat dia duduk disana, dia merenungkan petualangannya sejauh ini. Meskipun dia merasa kelelahan, kegembiraan dan rasa ingin tahunya lebih mendorong dia untuk menggerakan langkah petualangannya.

Esok harinya, Adel meneruskan perjalanannya dengan semangat baru. Dia melintasi jurang yang dalam dan melewati lembah penuh dengan lumut dengan warna yang agak berbeda. Warna lumut tersebut berwarna ungu terang,sangat menawan tetapi setelah terus berjalan Adel menemukan sesuatu yang membuatnya terpukau. Sebuah air terjun yang megah dan gemerlap dan di atas air terjun tersebut terdapat sebuah reruntuhan kuil. Hanya saja mata Adel langsung terbelalak dengan jelas karena reruntuhan itu terbuat dari emas. Kolam airnya pun sangatlah berbeda karena begitu Adel mencoba masuk ke dalam kolam tersebut, dia menemukan banyak sekali batu mulia mentah di dasar kolam tersebut.

    "Tidak mungkin Air terjun ini bisa menghasilkan batu permata, pasti ada rahasia yang lain."

Dengan hati yang berbunga-bunga, Adel memutuskan untuk mengambil sebuah batu berlian dan beristirahat sejenak di sana. Dia merendam kakinya di dalam air kolam tersebut. Rasa air nya sangat segar, Adel membiarkan keindahan alam itu merasuki setiap serat keberadaannya. Adelpun masih berpikir apakah dia harus memanjat naik ke atas untuk melihat reruntuhan kuil tersebut.

Tetapi Adel masih belum menyadari bahwa perjalan Adel masih jauh dari selesai. Di balik keindahan alam yang menakjubkan, masih banyak misteri dan bahaya yang menanti di dalam hutan yang luas itu. Namun, dengan keberanian dan ketekunan, Adel  yakin bahwa dia akan menghadapi semua tantangan itu dengan kepala tegak dan hati yang penuh semangat.

Saat Adel ingin memanjat naik ke atas air terjun, tiba-tiba ada sebuah panah melesat dengan cepatnya menancap tepat di sebelah wajah Adel. Dalam situasi tersebut, Adel mungkin akan merasa terkejut dan waspada terhadap kemungkinan adanya bahaya. Adel mencoba untuk mengevaluasi situasi dengan cermat, matanya berusaha fokus untuk mencari pelaku yang menembakan panah tersebut. Setelah Adel memastikan bahwa tidak ada ancaman yang lebih besar yang mengintainya akhirnya Adel melanjutkan usahanya untuk memanjat ke atas air terjun. Mungkin dia juga akan berusaha mencari tahu dari mana asal panah tersebut dan apakah ada orang atau hewan disekitar yang mungkin memiliki niat jahat. Langkah-langkah berikutnya akan bergantung pada penilaian risiko dan keamanan situasi oleh Adel.

Setibanya Adel di atas, betapa kagetnya Adel setelah dia melihat reruntuhan kuil yang tadinya berwarna emas sekarang hanyalah batu belaka yang bertumpuk-tumpuk. Adel merasa sangat terkejut dan mungkin sedikit kecewa saat melihat reruntuhan kuil yang tadinya begitu megah dan indah sekarang hanya tinggal batu belaka. Perubahan drastis seperti itu bisa memicu berbagai macam emosi, termasuk kebingungan, sedih atau bahkan kekecewaan yang mendalam. Adel mungkin akan merasa sedih melihat kehancuran warisan budaya atau keindahan alam yang pernah ada di tempat tersebut. Selain itu, perasaan tidak aman atau was-was juga bisa muncul karena situasi yang begitu tak terduga dan misterius. Adel kemungkinan besar akan mempertimbangkan apa yang sebaiknya dia lakukan selanjutnya, apakah dia akan meneruskan perjalanannya ataukah dia harus kembali pulang.

Tak berselang lama terdengar sebuah suara manusia.

    "Adel berhenti bermain sekarang !"
    "Ini sudah waktu nya makan malam, ayo bereskan mainanmu."

    "Ahh ibu, lagi seru-serunya padahal."

Ternyata petualangan yang Adel lakukan hanyalah sebuah permainan yang sedang ia mainkan di rumahnya. Itu bisa menjelaskan mengapa situasi itu begitu dramatis dan tak terduga. Kemungkinan besar, setelah ibunya memanggilnya, Adel merasa lega bahwa itu semua hanyalah imajinasi dan permainan belaka yang Adel buat. Dia mungkin tersenyum sambil tertawa lepas dan merasa senang atas pengalaman bermain yang menyenangkan. Namun, tentu saja Adel juga akan menyadari bahwa kegiatan yang seprti itu bisa memiliki dampak emosional  yang nyata, meskipun hanya sebatas permainan. Mungkin ibunya akan memberikan pengertian kepadanya tentang batasan antara dunia nyata dan dunia imajinasi. Tampak jelas satu hal  yang pasti, petualangan Adel akan berlanjut nantinya.


Sabtu, 09 Maret 2024

18.41

Kesatria Humprey

 

Author: Stevanus Pv

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.


Di sebuah bukit yang menjulang tinggi, terdapat sebuah kediaman kecil di bawah naungan pepohonan pohon willow yang rindang. Di sana,tampak seorang kakek tua yang bersandar di pohon willow tersebut. Wajah kakek itu terlihat damai meski dengan pedang di genggaman tangan kanannya. Nama kakek itu adalah Humprey, seorang kesatria tua yang sudah pensiun dari pertempuran-pertempuran yang keras di masa lalu. Kesatria Humprey yang dulu dikenal dengan keberaniannya yang legendaris, banyak cerita yang diungkapkan dari mulut ke mulut rakyat. Kini Humprey menikmati masa hidupnya dengan tenang bersama kudanya yang setia menemaninya.

Humprey tampak santai di bukit yang ditinggalinya tersebut. Banyak cerita yang sudah tersebar. Kesatria Humprey sang petualang, kesatria Humprey penjaga kerajaan. Tapi dari semua kejayaan dan kemuliaan yang telah kesatria tua itu dapatkan, umur tetaplah musuh utamanya. Kesatria tua itu telah melewati banyak perjalanan dan petualangan, terlibat dalam pertempuran-pertempuran yang mempertaruhkan nyawanya.

Humprey tampak berdiri dengan bantuan pedangnya. Waktu sekali lagi tidak bisa menipu, tubuh yang mulai tua renta itu tak lagi sanggup menanggung beban baja dan senjata yang dulu dia kenakan dengan gagah berani.

Kini, hari-hari Humprey dihabiskan dengan menikmati keindahan alam yang mengelilinginya. Pada pagi hari, Humprey akan bangun dari tempat tidurnya yang sederhana di pohon kecilnya, dan bersama White, mereka akan menjelajahi sekitar bukit, menikmati sinar matahari pagi yang menyinari pepohonan willow dan menyapun embun di rerumputan.

Saat matahari menjelang dengan sinarnya yang terik, mereka kembali ke pondok kecilnya yang ada di atas bukit. Humprey terlihat duduk di terasnya yang sederhana, menikmati secangkir teh panas sambil tersenyum memandang pemandangan yang luas di hadapannya. Warga yang mengambil kayu bakarpun kadang berpikir apa yang di pikirkan kesatria Humprey saat sedang menikmati waktu minum tehnya.

Humprey mulai bergumam disaat dia mengingat masa lalu, petualangan-petualangan yang pernah dia jalani, dan teman-teman yang telah tiada, senyum Humprey sangat terlihat meskipun tertutup keriput yang ada di wajahnya.

    "Mungkin sudah waktunya"

Di sore hari, Humprey kembali berjalan-jalan di sekitar bukit. Sendiri, menikmati angin sepoi-sepoi yang melambai-lambai, dan melihat matahari terbenam di balik cakrawala yang indah. Tampak White berlari mengejar Humprey dari kejauhan, sahabat sekaligus tuannya yang tak ingin berpisah. Sementara itu Humprey kembali duduk bersandar di bawah pohon willow dengan senyum kecilnya seraya bergumam.

    "Sungguh surga"

Meski telah pensiun dari dunia pertempuran, kesatria Humprey tidak pernah kehilangan keberaniannya. Tampak terlihat kehadirannya memberikan kedamaian bagi siapa pun yang melintas di sana. Dan bersama White,kudanya yang setia, mereka melanjutkan perjalanan hidup mereka dengan penuh kedamaian, menikmati setiap momen yang diberikan oleh alam. Kesatria Humprey kembali ke pondok bersama kudanya saat malam mulai tiba dan bintang-bintang sudah mulai menyapa.

Esok hari tampak semua hal berjalan normal kecuali satu. Kehadiran kesatria Humprey hari itu tidak terlihat sama sekali. Warga sekitarpun melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Hal ini terus berlalu sampai seminggu. Hingga akhirnya seorang anak kecil yang bertugas untuk mengantarkan susu dan keju untuk kesatria Humprey datang berkunjung. Ketukan pintu sudah tak terhitung dilayangkan di pintu pondok itu, akhirnya anak kecil itu langsung saja masuk ke dalam pondok tersebut, betapa terkejutnya anak itu melihat White sudah tergeletak di lantai tak bernyawa. Ternyata kuda kesayangan kesatria itu sudah meninggal karena racun. Para wargapun yang mendengar kabar langsung bergegas menuju pondok kesatria Humprey, tapi keberadaan kesatria tua itu tak terlihat sama sekali di dalam pondok. Warga pun mulai mengusulkan untuk mulai mencari kesatria Humprey karena mereka tahu pasti terjadi sesuatu. Para warga terus mencari sampai sore hari dan akhirnya mereka menemukan kesatria Humprey telah tewas gantung diri. Tubuh nya sudah kaku, ada lalat yang mengelilingi tubuh dinginnya. Di dekatnya terdapat pedang yang menemaninya dan secarik kertas  yang tertancap di pedang tersebut.

Kepada siapapun yang menerima pesan ini,

Saya menulis surat ini dengan hati yang penuh penyesalan dan penuh kesedihan yang mendalam. Saya ingin mengungkapkan penyesalan yang sangat dalam atas perbuatan yang telah saya lakukan di masa lalu.

Saat ini , saya melihat kembali pada peristiwa-peristiwa yang penuh kegelapan dalam hidup saya. Teman-teman saya yang tewas karena saya tinggalkan untuk maju terlebih dahulu di medan perang. Anak kecil dan wanita yang saya bantai demi menaklukan sebuah kerajaan. Pembantaian yang mengerikan, dimana saya kehilangan kendali diri dan terjerumus dalam kekerasan yang tidak terbayangkan tiada akhir. Dalam momen itu, saya telah kehilangan sebagian besar diri saya yang sejatinya ingin menjadi pelindung dari para rakyat, terhanyut dalam kegelapan yang menguasai pikiran dan jiwa saya.

Ketika semua itu saya ingat kembali, saya tidak bisa tidak merasa hancur dan terpukul oleh kesalahan besar yang telah saya lakukan. Saya menyadari bahwa tidak ada alasan atau justifikasi yang dapat menghapus atau membenarkan tindakan kekerasan yang saya lakukan. Saya memahami bahwa apa yang saya lakukan telah menyebabkan penderitaan bagi yang lain. Dalam hal tersebut apakah saya masih bisa di sebut manusia, tidak saya mulai menjadi monster dalam kulit manusia.

Saya ingin mengungkapkan penyesalan yang mendalam kepada semua yang terkena dampak dari perbuatan saya. Saya menyadari bahwa kata-kata tidak cukup untuk menghapus luka yang saya timbulkan, namun saya berharap dapat menemukan jalan untuk memberikan penghormatan kepada mereka yang telah kehilangan nyawa, kehilangan yang dicintai, dan menderita karena tindakan saya.

Saya memahami bahwa penyesalan ini tidak akan pernah cukup untuk menghapus segala kesalahan dan dosa yang telah saya lakukan, namun saya berjanji untuk menjalani hidup saya dengan bermartabat dan mencari cara untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat yang ada di sekitar saya. Tetapi perbuatan yang saya lakukan terus menghantui saya setiap malam, wajah korban dan rekan seperjuangan yang sudah tak bernyawa terus menghantui saya.

Saya mohon maaf kepada semua yang terkena dampak dari tindakan saya. Saya berharap dan berdoa agar yang terluka dapat menemukan kekuatan dan kesembuhan, dan saya sekali lagi memohon maaf atas kerusakan yang telah saya sebabkan.

Dengan penuh penyesalan dan rasa malu yang mendalam,

Kesatria Humprey.

Para warga pun menurunkan mayat kesatria Humprey dan segera menguburkan mayatnya tepat di sana. Di bawah pohon Willow yang selalu ia jadikan tempat bersandar. Seorang wanita mengikatkan pita berwarna putih sambil terisak, dan akhirnya setiap tahun selalu ada orang yang datang ke makam kesatria Humprey untuk mengikatkan pita di pohon Willow tersebut sambil berdoa.


Jumat, 08 Maret 2024

17.40

HATI GELAP VIA

 

Author: Stevanus Pv

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.


   Beep... Beep... Beep...

Suara yang terus berbunyi dengan ritme yang sangat rapi, disana tampak seorang wanita tampak duduk sendirian di sudut kamar kecilnya yang gelap. Suara  Cahaya lampu remang-remang tampak sayu mengikuti suasana kamar tersebut. Sinar rembulan masuk ke dalam kamar melalui celah-celah kecil jendela yang sangat kotor. Dia duduk di atas tempat tidur tua yang rapuh memeluk lututnya erat-erat dan ketakutan.

    "Via gak salah! Via selalu menurut! Jangan marahi Via!"

Namanya Via, seorang gadis remaja yang sedang kalut dan cemas tentang semua pemikirannya. Malam itu Via merasakan kesepian yang menusuk hatinya. Dia terperangkap dalam kegelapan yang menyakitkan. Hanya ada satu macam suara yang mengisi kamar tidur tersebut. Tak ada yang bisa di panggil, tak ada seorang pun untuk diajak berbicara. Tak ada teman yang bisa dicari. Seluruh dunia seakan menjauh, teman-temannya telah lama pergi meninggalkannya. Keluarganya pun pergi jauh ke negeri yang antah berantah yang Via sendiripun tak pernah tahu negeri itu berada dimana.

Via mulai bangkit dari kasurnya. Diluruskannya kedua kakinya yang mungil itu. Selangkah tapi pasti, Via mulai berjalan menuju ke jendela. Via teringat akan kenangan masa lalunya yang penuh tawa dan keceriaan. Namun, kini hanya tinggal kenangan yang menyakitkan. Kehilangan orang-orang yang dicintainya tanpa ada alasan yang jelas. Kekosongan di hati Via tampak jelas seperti lubang yang tak berdasar, tak tahu dalam isi hatinya.

Ditengoknya sisi jendela tersebut, mencoba mencari pelipur lara dalam rembulan sayu. Via menatap beberapa bintang-bintang di langit malam. Namun, bahkan bintang-bintang itu pun terasa jauh dan dingin seperti hatinya yang kedinginan.

Via pun akhirnya menangis terisak, hening tanpa suara teriakan. Sedih itu yang bisa di lihat dari wajah mungilnya yang di terangi sinar rembulan. Hatinya yang gelap sudah tak mampu berharap apa-apa lagi. Lemas terasa di kedua tangannya yang mencoba mengusap air mata. Harapan dari seorang gadis cilik yang ingin kehidupan baru dengan adanya seseorang yang menemani hidupnya layaknya datangnya pagi yang baru. Via berharap mungkin suatu saat nanti, kesepiannya akan sirna dan dia akan menemukan cahaya kebahagiaannya yang baru. Terjebak di kamar tidur gelap ini, hanyalah ratapan kesendirian yang menyelimuti dirinya dalam keheningan malam.

Via kembali ke ranjang tuanya. Sembab matanya mulai membuat via mengantuk. Perlahan Via mencoba melupakan kesendiriannya. Tak terasa semuanya menjadi gelap secara perlahan.

    "Bangun nak, ini sudah jam enam sore. Sudah ibu bilang jangan tidur sore kamu malah tidak mau mendengarkan ibu. Nanti kamu tidak bisa tidur malam"

    "Eh iya bu. Bener kata ibu. Via jadi mimpi buruk bu."
    "Via mandi dulu ya bu, ibu sudah buat makan malam kan ?"

    "Eh ini anak bukannya selesaikan dulu mandinya malah tanya makan malam, sudah sana cepat mandi"

 

Mimpi itu bagai kehidupan kedua manusia

Kadang bisa terasa nyata tergantung bagaimana kita memaknainya

-Stevanus Pv-

14.03

GADIS BIASA

Author : Stevanus Pv

 

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.


    "Ahh sakit sekali Ayah, berhenti!"

Matahari sudah mulai menampakan dirinya, dan sekali lagi aku terbangun dari mimpiku. Mimpi yang sudah menghantuiku sejak 5 tahun yang lalu. Tamparan dan siksaan yang kualami dari ayah kandungku masih terasa membekas di pikiranku. Terdengar suara ibu tiriku yang sontak mengembalikan kesadaranku "Emily cepat bangun, sudah waktunya kamu masuk sekolah!"

Perkenalkan namaku adalah Emily, seorang gadis biasa berumur 17 tahun dan bersekolah di SMA swasta seperti kebanyakan anak-anak lainnya. Tapi di balik kisahku ini tidak ada yang tahu apa yang sebetulnya telah terjadi di kehidupanku sebelum aku di angkat anak oleh ibu tiriku yang sesungguhnya cukup penyayang, hanya saja memang aku yang masih takut oleh sentuhan orang tua.

Kuambil handuk karena jam sudah menunjukan pukul 05.30 dan bergegas mandi.

     "Emily sarapan ya nak, itu sudah ada nasi goreng sisa nasi tadi malam" Celetuk Ibu tiriku yang melihatku keluar dari kamar mandi. Sesungguhnya ibu tiriku bisa di bilang sebagai sesosok orang yang cukup baik. Beliau tidak pernah memaksaku untuk memeluknya ataupun sentuhan fisik lainnya. Tapi hanya saja sentuhan tangan yang teringat di isi kepalaku hanyalah berisikan luka dan rasa sakit.

    "Baik ibu, ibu tidak siap-siap untuk berangkat kerja ?"

Kulihat nasi goreng dengan telur dadar sudah tersajikan di meja,tetapi aku melihat penampilan ibu tiriku hari ini cukup lelah. Hal itu terlihat dari raut wajahnya yang kusut seperti banyak hal yang dipikirkannya.

    "Ibu akan istirahat dulu nak. Tadi malam ibu lembur karena banyak sekali pembukuan dari bos yang nilai nya tidak cocok sama sekali." Ibu berjalan tersenyum ke arahku.

Sesungguhnya hari-hariku kulalui dengan penuh ketakutan meskipun ibu tiriku selalu ada dan menguatkanku. Jika ku ingat-ingat kembali, perlakuan ayah kandungku dulu terus saja berjalan-jalan di kepalaku. Kemarahannya yang bisa meledak kapan saja seperti berjalan di atas cangkang telur, dinginnya perilaku ayah kandungku sejak ibu kandungku meninggal. Makian yang selalu aku terima, ocehan nya setiap hari yang selalu membahas tentang kematian ibu kandungku karena aku. Tahun-tahun penindasan yang aku alami sejak kecil hingga akhirnya pihak perlindungan anak yang mengetahui kekerasan yang ku alami memberikan aku perlindungan sementara dan penghiburan sejenak di hatiku. Satu-satunya hal yang bisa memberikan perlindungan di hatiku sebelum Perlindungan anak membawaku hanyalah sebuah kanvas dan kuas lukis pemberian ibu kandungku. Aku mengakuinya, sapuan kuas ke kanvas yang seperti memahami emosiku yang bercampur aduk. Tak terasa aku menjadikan seni sebagai tempat perlindunganku. Tempatku melarikan diri dari dunia nyata, tempat untuk menghindari realita yang harus aku hadapi dan aku terima saat masih kecil dan tempatku mengeluarkan seluruh emosi dan kata-kata yang tidak bisa aku sampaikan dirumah.

Akhirnya aku sudah tiba di gerbang sekolah, langsung saja aku berlari dan tidak lupa mengucapkan salam kepada satpam penjaga sekolah.

    "Selamat pagi pak."

"Pagi juga dek Emily, buruan masuk kelas." Balas satpam penjaga sekolah. Aku bersemangat untuk bergegas menuju kelasku karena pelajaran pertama hari ini adalah seni rupa. Meskipun kegelapan masih menghantui diriku tapi aku percaya aku masih punya seberkas cahaya yang bisa aku kuak nantinya di antara kegelapan. Karena aku percaya bahwa jalan menuju kebebasan penuh dengan rintangan dan tekad yang ku punya pasti akan diuji kedepannya.

Aku mempunyai satu teman yang sangat aku percaya bernama Annie tetapi aku masih belum mampu untuk menceritakan kepadanya kisah pilu yang aku alami di masa kecil. Ingin rasanya aku berdiri dan berteriak mencari simpatik kepada diriku dan memberanikan diriku untuk melawan penindasan dan membalaskan sakit yang pernah kualami atas segala tindakan ayah kandungku terhadapku. Tapi terlepas dari itu aku masih nyaman mencari perlindungan dalam momen-momen kebaikan dan pengertian kecil, berpegang pada kuas lukis seperti memegang tali pengaman di lautan keputusasaan.

Akhirnya hari ini berakhir dengan cepat, tak terasa bel pulang sekolah sudah berdentang. Teng teng Teng, membuatku tertawa karena suaranya mengingatkanku pada sebuah iklan di sosial media. Kulihat temanku Annie sudah menunggu ku di depan pintu kelas dan aku langsung menyapanya.

    "Ibu Annie, cantik sekali hari ini. Sudah menungguku puluhan purnama  ya di depan pintu kelas hahaha."

    "Ahh elu dari dulu sopan banget jadi orang, gaul sedikit napa biar kaga dibilang kuper ama orang-orang." Memang betul aku kurang pergaulan karena sejatinya aku hanya diam dan tak banyak bicara di kehidupan masa remajaku ini.

    "Jadi kita mau jalan kemana hari ini?"

    "Gimana kalau kita hari ini beli bakso? Terus numpang duduk di minimarket yang ada di ujung sana?"

    "Hmmm... Oke bos Annie, yang penting bayarin ya hihi."

    "Ahh elu mah gitu, gua bayarin 10rebu perak doang yee." Lalu kami berjalan berdua menuju bakso langganan Annie yang ada di dekat sekolah. Akhirnya kami berdua makan bakso dan saling bercanda dan bercerita tentang kegiatan kami di sekolah hari ini lalu ada telepon masuk di hpku. Kulihat nama penelepon adalah nama ibu tiriku, dengan cepat aku langsung menerima panggilannya.

    "Halo,ya bu? Lagi kerja ?"

    "Emily, kamu sudah selesai sekolah kan nak ? Hari ini kamu langsung pulang ke rumah ya. Ibu sudah dirumah dan ada hal penting yang terjadi yang harus ibu sampaikan."

    "Baik bu,Emily akan langsung pulang setelah selesai makan siang."


Akupun pamit dan minta maaf ke Annie karena tidak bisa menemaninya lagi dan bergegas pulang. Aku mulai berpikir keras, kenapa ibu tiriku tiba-tiba menyuruhku pulang. Apakah ibu tiriku menyerah untuk mengasuhku. Apakah aku melakukan kesalahan. Berbagai macam pikiran yang negatif dan menakutkan menyerang pikiranku. Terlihat dari kejauhan ada mobil hitam terpakir di depan rumah Ibu tiriku. Kulangkahkan kakiku dengan penuh pikiran yang kalut untuk menemui ibu tiriku. Kulihat ada seorang pria paruh baya sedang duduk di sofa bersama dengan ibu tiriku yang sedang mengobrol. Begitu Ibu tiriku melihatku beliau langsung memulai percakapan denganku.

"Emily ini om Andi, beliau dari rumah sakit Karmen. Ada sesuatu yang ingin om Andi katakan kepadamu. Ini berkaitan dengan ayah kandungmu nak."

*Deg... Jantungku berdetak kencang mendengar kata Ayah. Terbayang sakit dan ketakutan yang aku alami di masa kecilku.

"Eummm... Apa om Andi ingin membawa Emily kembali pulang ke rumah Ayah? Gak mungkin kan om? Ayah sudah berbuat jahat kepada Emily dan Emily gak mau bertemu dengan ayah lagi."

Om Andi tersenyum mencoba untuk menenangkan aku yang sudah mulai pucat dan seraya berkata "Nak Emily. Disini om Andi dari pihak rumah sakit hanya ingin memberitahu nak Emily bahwa ayah kamu sedang terbaring sakit di rumah sakit karena kanker ganas."

"Jadi om Andi disini ingin mengajak Emily untuk menemui ayah Emily untuk yang terakhir kalinya. Apakah Emily mau ikut dengan om Andi ? Emily tenang saja setelah ini selesai Emily nanti akan kembali pulang kemari."

Mendengar cerita dan tujuan om Andi aku merasakan rantai-rantai kekangan dari ayah kandungku yang ingin sekali kuputuskan. Segala emosi yang telah aku rasakan selama ini, demikian pula dengan kemarahan akan ayahku akhirnya aku memutuskan dengan penuh tekad untuk menyetujui permintaan dari om Andi.

Kupupuskan segala emosi dan perlakuannya kepadaku yang selalu mengancamku . Luka yang membuatku terluka dan hancur. Setiap pukulan dan kekerasan yang aku terima, semangat yang ku tumbuhkan sedikit demi sedikit dan tekad yang kukumpulkan selama ini untuk membebaskan diriku dari apa yang di sebut oleh kebanyakan orang sebagai sosok ayah.

Akhirnya aku menyetujui permintaan om Andi dan memutuskan untuk berangkat keesokan harinya. Kami berangkat menuju rumah sakit dan sesampainya di sana om Andi menyuruhku untuk duduk sebentar karena om Andi akan mengisi berkas-berkas yang diperlukan untuk di setujui.

"Mari masuk Nak Emily." Kata om Andi yang sudah selesai menyelesaikan dokumen yang ada. Kulihat sesosok pria botak tergeletak di ranjang tak berdaya. Terlihat orang tersebut tidak mampu bergerak maupun berbicara karena ada masker oksigen dan infus terpasang di tubuhnya.

    "Nak, om Andi disini hanya ingin berbicara singkat. Tolong maafkan semua perkataan dan perbuatan ayahmu kepadamu. Maafkan semua kelalaian yang sudah ia perbuat. Beliau sudah tidak mampu bergerak maupun berbicara, bisa jadi hari ini adalah hari terakhir beliau." Om andi melihatku dan berpikir jawaban apa yang akan keluar dari mulutku.

    "Tapi om.. Setelah semua ini terjadi. Bantuan yang aku terima dari perlindungan anak untuk korban kekerasan dalam rumah tangga. Kebebasan yang susah payah aku dapatkan dengan semua bantuan orang. Ketakutan yang langsung aku rasakan saat aku kecil, kemarahan dia yang disebut ayah yang harus aku rasakan meskipun aku menolak untuk mundur."

Aku menangis sejadi-jadinya. Tak ada yang bisa aku lakukan. Sudah tidak ada tenaga untuk berdiri. Kedua kakiku sudah tak mampu untuk menopang kakiku. Dengan ikhlas aku memutuskan untuk memaafkan semua nya. Berat sekali aku memutuskan hal ini tapi mau sampai kapan rantai kebencian ini akan terus bergulir.

Seminggu kemudian ayahku akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir. Akhirnya tubuh dinginnya dikremasi. Aku menyaksikan tubuhnya yang dibakar, menyaksikan tubuhnya yang mulai meringkuk dan mulai menjadi abu. Banyak dokumen yang aku tanda tangani pada hari ini. Dan lucunya adalah aku sama sekali tak sedih, bahkan tidak ada orang yang datang melayat kecuali ibu tiriku dan om Andi. Meskipun bekas luka masa lalunya akan selalu ada, tetapi aku akan muncul lagi lebih kuat dan lebih tahan banting dari sebelumnya. Dengan setiap langkah maju aku berjanji masa depan yang akan lebih baik dan bebas dari ketakutan, bertekad untuk tidak pernah lagi membiarkan siapapun memadamkan cahaya semangatku.

Setelah proses kremasi dan abunya ku larutkan di lautan tempat favorit kami dulu. Aku menerima sebuah warisan berupa rumah. Rumah tua tempatku tinggal dulu. Rumah tua yang penuh dengan berbagai kenangan manis dan pahit. Kehangatan ibuku yang memeluk diriku saat aku kecil. Tubuh mungilku yang merasakan hangatnya sentuhan ibu. Tamparan yang sangat keras di pipiku. Pukulan yang membekas di perutku. Aku berjalan menyusuri jalanan yang ada di sekitar rumah dan kembali ke lautan tempat abu ayahku kularutkan. Matahari mulai terbenam. Daun-daun di pohon yang tadi hijau mulai berubah karena sinar matahari yang terbenam.

    "Indahnya."

Dengan langkah yang pasti aku masuk kedalam rumah dan tersenyum. Senyum yang dulu aku miliki. Senyum anak gadis biasa yang pernah merasakan hangatnya sebuah keluarga.